Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan kenaikan populasi kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan kebijakan fiskal pemerintah, khususnya melalui program Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
“Kenaikan ini jelas akibat stimulus fiskal dari pemerintah, terutama melalui kebijakan PPN DTP yang memangkas PPN menjadi hanya satu persen untuk BEV yang memenuhi syarat TKDN sampai akhir 2025 ini,” katanya akhir pekan lalu di Jakarta.
“Populasi BEV di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan pesat,” jelas Yannes lagi.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) per Agustus 2025, jumlah BEV di Indonesia telah mencapai 274.802 unit. Angka ini mencerminkan lonjakan signifikan sebesar 151 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kebijakan ini memberikan insentif berupa pengurangan PPN menjadi hanya 1 persen untuk mobil listrik yang memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga akhir 2025.
“Insentif ini secara langsung menurunkan harga jual kendaraan di tingkat konsumen, sehingga secara signifikan meningkatkan keterjangkauan dan proposisi nilainya,” kata Yannes.
Selain itu, Yannes menyebut adopsi mobil listrik juga terdorong oleh pengembangan infrastruktur pendukung yang semakin memadai.
Hingga Juli 2025, jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) telah mencapai 4.186 unit yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, seperti yang diungkap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini.
Kehadiran SPKLU ini memainkan peran penting dalam mengurangi kekhawatiran konsumen terhadap jarak tempuh kendaraan listrik atau yang dikenal dengan istilah range anxiety.
“Perkembangan infrastruktur ini secara bertahap mengurangi kekhawatiran konsumen akan jarak tempuh,” imbuh Yannes.
Dengan kombinasi insentif fiskal dan pembangunan infrastruktur yang masif, Indonesia dinilai berada pada jalur yang tepat untuk mempercepat transisi ke kendaraan ramah lingkungan.